Kamis, 10 Juni 2010


Film Minggu Pagi di Victoria Park, produksi Pic[k]Lock yang dibintagi oleh Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Damara, Donny Alamsyah disutradarai oleh Lola Amaria, telah selesai dan akan beredar mulai tanggal 10 Juni 2010.
Film ini mengkisahkan tentang cermin realitas kehidupan masyarakat kalangan bawah yang kemudian mencoba meningkatkan taraf hidupnya dengan bekerja di luar negeri sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita).

Dengan modal pengetahuan dan ketrampilan yang tidak berlebihan, banyak benturan yang dihadapi. Adalah Sekar atas berbagai pertimbangan memutuskan pergi ke Hongkong, dia menganggap bahwa dengan dia memiliki penghasilan yang besar maka dapat membantu kehidupan keluarga yang sangat dia cintai. Cita-cita Sekar untuk membahagiakan orangtuanya bertitik tolak dari segala kedekatan dia kepada sang ayah yang mampu membimbing dia menjadi pribadi yang peka, penuh kasih-sayang. Perhatian besar sang ayah hanya menjadikan sebagai perempuan yang paham terhadap kesulitan orang lain, namun kurang memahami bagaimana agar mampu menjawab kesulitan-kesulitan tersebut. Sekar bukan dibesarkan oleh keluarga mapan yang bisa menyekolahkan dirinya. Impian dan cita-citanya akhirnya hanya diwujudkan melalui jalan yang dia pahami.

Ketika telah berada di Hongkong, ternyata dunia yang dia hadapi sangat jauh berbeda dengan sejarah masa kecilnya di tengah ladang tebu yang menuntunnya mengenali dan memahami dunia. Tak ayal, ketika berada di Hongkong dia harus memulai lagi belajar sisi dunia yang sama sekali belum pernah menjadi pengalaman hidupnya. Hanya satu yang Sekar tetap pertahankan, yakni membahagiakan keluarganya. Kedua orangtuanya dan satu kakak perempuannya.

Di Hongkong yang berpendar-pendar cahaya lampu bisa menjadi obat rindu kepada kunang-kunang di gelap malam, berdiri bersusun-susun megah gedung tinggi bisa dia coba jadikan pengobat kangen kepada pohon-pohon besar dan hamparan ladang tebu nan hijau. Namun, kasih sayang sang ayah dan perhatian sang ibu sulit sekali dia temukan gantinya. Meski demikian, terlatih sejak kecil untuk mandiri dan tidak gampang mengeluh. Maka kepada orang tuanya dan kakaknya sekalipun, dia tidak ingin membagi cerita sedih, yang dia ingin bagi adalah kebahagiaan. Pekerjaan dia sebagai TKW memungkinkan Sekar untuk bisa terus mengirimkan uang kepada keluarganya di Indonesia. Hari-hari baru selama di Hongkong dia jalani seperti halnya teman-teman baru sesama TKW di sana.

Sesungguhnya apa yang Sekar dapatkan tidaklah terlalu buruk, bahwa dia mendapat gaji yang tetap dan sesuai perjanjian sebelum dia berangkat. Namun sesuai perjanjian juga bahwa selama tujuh bulan pertama dia bekerja, gajinya belum dibayarkan selama tujuh bulan guna membayar ganti kepada penyalur yang mengirimkan dirinya ke Hongkong. Hanya perasaannya yang begitu menggebu untuk bisa segera dapat membahagiakan orantuanya maka dia mengambil satu tindakan kecil yang berakibat fatal. Sekar meminjam uang kepada rentenir dan persoalan dimulai semakin bertubi. Hal Sekar yang alami ikatan utang-piutang yang hampir-hampir sulit untuk diselesaikan. Dalam bulan-bulan pertama dia masih sering mengabarkan keadaan kepada keluarganya. Namun pada satu saat dia tidak lagi mengabarkan keadaannya kepada keluarga, ini berlangsung hingga beberapa bulan. Tentu sang orang tua merasa khawatir tentang keadaan anaknya. Apalagi sang ayah yang sesungguhnya menjadikan kabar dari Sekar sebagai pengganti kehadiran sang putri kesayangannya. Apa yang Sekar alami adalah satu warna saja persoalan yang dihadapi TKW Hongkong, beberapa teman Sekar punya persoalan yang berbeda-beda. Ada yang kondisi keuangannya terus menipis karena dipeloroti oleh kekasih dari Pakistan yang mukanya mirip dengan bintang film Bollywood. Ada juga yang mengalami kisah asmara antar jenis yang awalnya hanya sekadar naluri kerinduan terhadap kehadiran pasangan hidup. Berbagai peristiwa ini terekam dalam Film Minggu Pagi di Victoria Park. Namun dalam film ini tokoh Sekar menjadi tokoh yang membawa alur cerita dengan apik karena dia bersinggungan dengan tokoh-tokoh yang lain.

Sukardi, ayah Sekar dalam keadaan yang sudah diliputi rasa rindu, dan khawatir yang mendalam akhirnya meminta kakak perempuan Sekar yang bernama Mayang untuk bertekad mencari tahu kondisi adiknya. Mayang (Lola Amaria) ingin mencari tahu dimana dan bagaimana keadaan adiknya yang sebenarnya. Dengan cara yang sama Mayang berangkat ke Hongkong sebagai TKW. Mayang sesungguhnya tidak pernah tergiur untuk menjadi TKW karena dia lebih senang hidup di kampung dengan kebutuhan secukupnya dan tidak menambah persoalan bagi siapapun. Namun keputusan dia kali ini harus diambil sebab dia tidak bisa membiarkan segala sesuatunya tidak jelas. Karakter Mayang yang bertanggung-jawab terkadang mengalahkan jiwa kewanitaannya yang sederhana dan lembut. Mayang terkadang melakukan pekerjaannya dengan penyelesaian di luar dugaan.

Sekarang pekerjaan yang dihadapi Mayang bukanlah persoalan yang ringan. Tidak hanya sebagai babu yang hidup kepada satu keluarga di Hongkong namun juga mengemban tugas nuraninya untuk membuat segalanya berakhir dengan jelas, apapun itu. Menyenangkan ataupun Menyedihkan. Seperti apakah yang akan Mayang lakukan, apakah Sekar bisa ditemukan? Apa juga yang akan terjadi dengan teman-teman TKW yang tidak juga bisa disebut tanpa persoalan? Lantas apa yang akan terjadi pada taman di Hongkong tempat mereka berkumpul di Minggu Pagi. Mayang bukan anggota badan intelegen bahkan dia hanya tamatan SD, modal apa yang dia gunakan untuk menjawab semua ini? apakah dengan keajaiban atau kemanusiaan masih bisa menjadi jawaban atas pemecahan terhadap sebuah peristiwa.
Mengapa Victoria Park?

Film ini dikerjakan hampir dua tahun, sejak riset, persiapan produksi sampai proses-proses akhir produksi. Pic[K]Lock sangat tertarik dengan isu tenaga kerja di Hongkong, karena fenomena bahwa ternyata Victoria Park dipenuhi perempuan-perempuan Indonesia.
Semakin diselami, bisa disaksikan bagaimana perempuan-perempuan Indonesia berupaya mengembangkan dirinya, meningkatkan berbagai kapasitas yang terkait dengan kemampuan atau ketrampilan yang harus mereka kuasai, relasi di lingkungan kerjanya,—tak kalah penting upaya-upaya mereka mempertahankan martabatnya sebagai perempuan Indonesia.
Fenomena dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Hongkong serta sisi-sisi kehidupan TKW yang berasal dari Jawa Timur (karena mayoritas TKW berasal dari jawa Timur) olah Pic[K]Lock diangkat dalam repertoar Minggu Pagi di Victoria Park (MPdVP).

Bangunan cerita MPdVP memang berasal dari kejadian-kejadian dan fenomena yang sangat nyata (realitas), namun dikemas menjadi cerita fiksi, bukan dokumenter, hal ini dimaksudkan agar pelajaran kehidupan yang dialami oleh para perempuan Indonesia di Hongkong mampu menembus ke ranah yang lebih luas. Fenomena dan peristiwa-peristiwa yang bobotnya sangat berat dengan kemasan yang menarik diharapkan dapat mudah dicerna sekalipun oleh masyarakat awam—MPdVP dapat berfungsi sebagai media pendidikan namun sama sekali tidak menggurui.

Sejak awal Pic[K]Lock yang dimotori Oleh Dewi Umaya dan Noe Letto (keduanya sebagai produser) MPdVP mengorientasikan film ini agar dapat dicerna oleh khalayak luas dan terutama bagi mereka yang ingin manjadi pekerja di Hongkong khususnya, dan di negara-negara lain. Maka rancangan dalam film ini selalu mengetengahkan dimensi apa yang sebaiknya harus mereka persiapkan sebelum meninggalkan negeri kita, karena mereka akan menghadapi persoalan A sampai dengan Z di negera yang akan mereka tuju.

Disadari bahwa memilih media layar lebar yang salah satu targetnya MPdVP beredar di jalur distribusi mainstream sekaligus produksi MPdVP juga dapat menjadi media pendidikan bagi masyarakat memang tidak mudah, namun Pic[K]Lock berusaha untuk menjawab tantangan itu—sehingga MPdVP tidak hanya sekadar menjadi film salon, hanya dikenal oleh khalayak tertentu saja, namun sebaliknya dapat berfungsi, dan berdaya guna menjadi media yang mampu menelusup ke seluruh lapisan masyarakat mengabarkan tentang potensi dan problematika yang harus dipahami oleh khalayak luas. Karena bagaimanapun para TKW telah berperan besar bagi keluarga, lingkungan, maupun negara. Ada beberapa hal yang menarik dari tim peneliti Pic[K]Lock selama proses pre produksi film.

DATA yang diperoleh Pic[K]Lock

Tenaga Kerja Indonesia tersebar di 30 negara
menyumbang pemasukan bagi negara
total di tahun2009 US $ 6.615.718.900,56

Jumlah TKI yang bekerja di luar negeri sekitar 8.739.046
Jika masing-masing menanggung 5 orang anggota keluarga di kampung halamannya, maka Lebih dari 40 juta jiwa penduduk Indonesia mengantungkan nasibnya pada mereka. Setara dengan 5 kali penduduk Jakarta.

97,2% tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri adalah perempuan,
jika separuhnya adalah ibu rumah tangga yang memiliki 2 orang anak,
maka ada sekitar 8,5 juta anak Indonesia yang tidak merasakan dekapan ibunya.

Lebih dari 4,2 juta keluarga yang menggantungkan hidupnya pada anak perempuan ataupun istrinya yang bekerja sebagai tenaga kerja di Luar Negeri

66% tenaga kerja Indonesia di luar negeri bekerja di sektor informal. Nyaris semuanya adalah perempuan yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga. (TR)